Tuesday, August 10, 2010

Penjelajah

Lebih dari pengandaian untaian putih di atas lapisan ombak. Lebih dari pengandaian hamparan putih di balik lembaran langit. Lebih dari pengandaian satu garis tak berujung, melingkari biosfer, dan bertemu. Lebih dari pengandaian pertemuan itu, yang bisa menyatukan dua sisi yang berjauhan.

Laut dan langit

Aku tidak rindu untuk berkelana lagi, aku ingin kembali. Aku ingin kembali lagi pada tanah yang disirami hujan temaram. Aku ingin kembali lagi pada pijakan yang ditumbuhi padi menguning tanpa perlu menyemai benih. Aku ingin kembali lagi pada ekosistem yang menyimpan rantai. Di mana rantai itu mengembalikan aku kepada seseorang.

Rantai itu masih tergantung rapat dan hangat di balik helaian benang kecokelatan yang tergulung rapi. Mengalungi segala kenangan dan tafsiranku akan pemutar balikkan dunia. Rantai itu seakan menjadi segala di atas segalanya, menyelesaikan tanda tanya dalam tak terhingga. Rantai yang terjuntai dari jemari kasarmu, dua tahun yang lalu. Dua tahun yang memulai dan menyelesaikan segalanya. Memulai realita, menyelesaikan mimpi.

Laut di dasar bumi, langit di tingkap ruang hampa.

Mereka menjadi penghubung rantai itu. Rantai yang membentuk imaji akan keindahan yang tak terabaikan. Imaji menggila yang berbisik dalam di daun-daun telinga. Daun telinga yang menangkap gelombang serak akan kisah kita berdua. Kisah yang meramalkan bukan tentang akhir bahagia.

Aku menjelajah. Kamu menjelajah. Aku ke timur. Kamu ke barat. Aku ke utara. Kamu ke selatan.

Dan aku memutuskan, mengapa tidak membuat dunia di dalam kisah kita.

Kalau yang sekedar ingin dijelajah dunia, aku bisa memberimu atmosfer di dalam kisah kita. Kalau yang sekedar ingin dihirup, aku bisa memberimu aroma daun pepohonan redwood. Kalau yang sekedar ingin diselami, aku bisa memberimu samudera dalam pelukan palung yang memprakarsai panggilan anemon dan bunga karang. Kalau yang sekedar ingin diabadikan, aku bisa memberikan kamu prasasti dalam hati untuk diukir.

Peta yang kita perlukan hanyalah keinginanmu untuk percaya.
Hanya saja, kamu meraih ransel. Kamu menghadap ke arah matahari. Kamu merupakan putra dari Apollo.
Sementara aku hidup dalam bayangan.

Lalu kamu pergi. Mudah-mudahan, penjelajah di bawah selimut sinar jingga itu pergi untuk kembali. Dan saat ia kembali, aku akan menjelajah satu destinasi.

Yaitu hati.

No comments:

Post a Comment