Negara ini sekarat.
Semalam, dibacanya tweets yang berebutan masuk di timeline: Seorang Ibu dan dua orang anaknya nekat membakar diri karena tidak sanggup membayar hutang. Usut punya usut, hutang tersebut HANYA senilai dua puluh ribu rupiah.
Dua puluh ribu rupiah, batin Kama dalam hati, mengulang empat kata tersebut sampai hatinya terasa sakit.
Dua puluh ribu rupiah sama dengan uang jajannya sehari.
Dua puluh ribu rupiah sangat tidak terasa untuknya, bahkan ia sering mengeluh dalam hati jika ia hanya mempunyai uang sebesar dua puluh ribu rupiah.
Tapi ternyata, dua puluh ribu juga berarti 3 nyawa melayang.
Kemana mereka? Kemana para anggota DPR yang katanya mewakili aspirasi rakyat? Kemana Presiden kita, satu-satunya sosok yang kita harapkan dapat menyelesaikan kemelut persoalan di negeri ini, khususnya persoalan sosial?
...Kemana kita?
Kama bertanya pada diri sendiri. Kemana dirinya?
Sibuk dengan kuliah. Sibuk mengurusi diri sendiri hingga tak sempat membuka mata terhadap realita yang membentang di hadapannya.
Sibuk mengasihani diri sendiri sampai tak sempat membagi rasa kasihan itu pada orang lain yang lebih membutuhkan.
Kama merasa tertampar. Sesungguhnya ia tidak kemana-mana, tapi juga tidak peduli.
Ia, seperti jutaan manusia Indonesia lainnya, ikut menanggung rasa bersalah dari berita tragis tersebut. Kalau belum terlambat, ia rela mengucurkan semua lembar dua puluh ribuan yang ia miliki agar Ibu tersebut tidak mengajak dua anaknya membakar diri.
***
Tapi, tentu saja, masih ada harapan.
Jika generasi tua menuding generasi Kama sebagai generasi 'foya-foya', yang hanya tahu menghabiskan uang dan cueknya selangit, Kama berani berkata SALAH.
Didorong oleh rasa prihatin terhadap kondisi sosial negara yang makin mengenaskan, mulai banyak muncul organisasi-organisasi non-profit yang didirikan oleh generasi muda Indonesia. Organisasi-organisasi ini berdiri sendiri, melakukan bermacam-macam kegiatan sosial secara terpisah -- tapi Kama tahu, aksi-aksi yang terpisah itu akan bermuara pada tujuan yang sama: memberi kehidupan yang lebih baik bagi Indonesia. Bagi orang-orang seperti Lindu, Dwi, dan Ibunya, yang tidak seberuntung Kama dan teman-temannya.
Masih ada harapan.
Selama masih ada generasi muda, masih ada harapan.
Seperti Ibu Khoir Umi Latifah, ia akan menyalakan api. Bukan untuk membakar dirinya sendiri, tapi membakar semangat anak muda yang lain untuk terus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Kama tersenyum, mematikan TV lalu beranjak dari sofa. Ada volunteering di Yayasan Cinta Anak Bangsa yang menantinya sore ini.
No comments:
Post a Comment