Isobel menatap rumah besar di depan matanya. Panas terik matahari kini semakin membakar kulit kuning langsatnya, dan dia tahu bahwa dia harus masuk ke rumah itu secepatnya. Tapi setiap kali Isobel ingin melangkah satu langkah lebih dekat ke rumah itu, semakin besar rasa keragu-raguan yang menyergap hatinya. "Apa gue harus melakukan ini?" pikirnya, membuat gadis itu enggan melangkahkan kaki untuk sekedar memencet bel pintu.
Isobel menghela nafas sambil berkata dalam hati, "Bel, you come here for something. You come here to fulfill your promise. It's not like you beg anymore. Dia juga udah tau kalo lo bakal dateng. Come on, use some courage and push that goddamn door bell!" Sambil mempertaruhkan rasa malunya, dia akhirnya melangkah ke pintu rumah itu lalu menekan bel pintu.
Dia dapat mendengar langkah seseorang yang mendekat ke arah pintu rumah, dan begitu pintu rumah dibuka, ternyata itu adalah nyonya rumah itu. Wajahnya langsung sumringah begitu melihat Isobel, dengan senyum yang dipaksakan, berdiri di depan pintu rumah. "Isobel! Apa kabar?" ujar si nyonya rumah sambil mendekati Isobel lalu memeluknya. Isobel balas memeluk nyonya rumah itu dengan agak enggan, takut beliau mendengar degup jantung Isobel yang semakin kencang.
"Baik tante, hehehe... Billy ada?" tanya Isobel setelah si nyonya rumah melepaskan pelukannya.
"Ada tuh, di kamarnya. Kamu masuk aja, neng..." jawab si nyonya rumah, lagi-lagi sambil tersenyum. Isobel kemudian pamit kepada beliau untuk naik ke kamar Billy. Begitu sampai di depan kamar Billy, lagi-lagi Isobel tertegun. Bertanya kepada dirinya sendiri apakah dia harus mengetuk pintu dan menyapa Billy. Bagaimana jika Billy tidak mau bertemu dengannya? Bagaimana kalau Billy memperlihatkan 'muka tembok' - ekspresi yang sangat dibenci Isobel?
"You've come all the way here, Bel. Expose yourself to sunlight for a long time, sweating like shit. No way back," hatinya memberikan motivasi. Isobel akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Billy.
And there he was. Sitting by his bed, his hands were holding PlayStation controller, his eyes were focusing on his TV in front of him. Dia menoleh, melihat Isobel, lalu tersenyum. "Hei," ujarnya. God, that voice. The voice Isobel has been missing for like, 6 months.
"Hei juga," Isobel memaksakan sebuah senyum, lalu dia berjalan menuju tempat tidur dan duduk di belakang Billy yang kembali asyik dengan game-nya. Isobel memandangi kamar Billy. Sama berantakannya dan sama kecilnya seperti terakhir kali dia mengunjungi kamar itu. Di kamar itu, mereka menghabiskan waktu bersama. Bernyanyi bersama mengikuti alunan gitar dari Billy, bermain game bersama, menonton film bersama. Tapi sekarang semuanya sudah tidak sama lagi.
"Main game apa, Bill?" tanya Isobel hati-hati, takut menghilangkan konsentrasi Billy. Dia kemudian membuka tas ranselnya lalu mengeluarkan sebuah kotak makan, lalu menyodorkannya ke hadapan Billy.
"Lagi main 'Kingdom Hearts'. Eh, apaan nih?" Billy menekan tombol 'Pause' dari controller-nya, lalu membalikkan badan dan menatap kotak makan dengan tatapan bingung. Isobel tersenyum lalu menjawab, "Ayam rica-rica."
Ayam rica-rica, sebuah makanan buatan Isobel yang dulu selalu dijanjikan Isobel kepada Billy. Dulu sebelum mereka berkencan, Isobel memenangkan lomba masak acara 17 Agustusan di sekolah, dan menu yang dihidangkan oleh Isobel saat itu adalah ayam rica-rica. Dia sempat berjanji akan memberikan sedikit makanan kepada Billy, namun begitu Isobel mengecek, ayam rica-rica itu sudah keburu ludes duluan karena dimakan guru-guru dan dewan juri. Sejak itu Isobel berjanji akan khusus memasak ayam rica-rica itu untuk Billy, namun janji itu belum pernah ditepati sampai sekarang. Sampai sekarang, ketika Billy bukan lagi menjadi miliknya.
Billy tersenyum jenaka. Mata sipitnya menipis ketika dia tersenyum. "Makasih ya, Bel..." dia mengambil kotak makan itu dari tangan Isobel, kemudian meletakkannya di meja belajar. Lalu dia mematikan mesin PlayStation-nya.
"Kok dimatiin?" tanya Isobel bingung.
"Males, capek maininnya dari pagi. Nonton aja yuk! Kamu bawa film nggak, Bel?" Isobel merogoh tas lalu menyerahkan dua keping DVD kepada Billy. "Tuh aku bawa 'Fame' sama 'Bandslam'. Kamu belom pernah nonton 'Bandslam' kan? Filmnya Vanessa Hudgens tuh." Billy sangat menyukai film 'High School Musical' dan dia sangat mengidolakan Vanessa Hudgens, dan kebetulan Billy ingin menonton 'Bandslam' namun belum sempat.
"Hmm... 'Bandslam' aja deh," tukas Billy sambil menyerahkan kembali DVD 'Fame' kepada Isobel. Isobel kembali memasukkan DVD itu ke tasnya. Billy kemudian menekan tombol 'Play' di mesin DVD, lalu dia duduk di sebelah Isobel. Seketika Isobel dapat menghirup aroma tubuh Billy di dekatnya. "Jangan pingsan Bel. Jangan pingsan," hanya kata-kata itu yang dapat dia katakan kepada dirinya sendiri.
Sepuluh menit berlalu, tetapi Isobel dan Billy masih menatap layar TV dengan pandangan kosong tanpa berkata apa-apa kepada satu sama lain. Lama-lama Isobel jadi mengantuk karena suhu ruangan yang terlampau dingin, salahkan Billy karena dia sangat suka menyetel AC kamarnya dengan suhu 18 derajat Celcius.
"Bel..." suara Billy dari sebelah membuat Isobel menoleh. Lalu tiba-tiba Isobel merasakan sebuah kehangatan yang menjalar dari bibirnya, menjalar ke seluruh tubuhnya. Next thing she knew, Billy was wrapping his hands to Isobel's neck, and he was kissing her.
Sekitar lima menit kemudian (Isobel juga tidak mampu menghitung waktu karena ciuman itu berlangsung sangat lama menurutnya), Billy melepaskan tangan dan bibirnya. Kemudian dia menunduk. "Maksudnya apa, Bill?" tanya Isobel menantikan penjelasan atas ciuman konyol dan tidak disangka-sangka itu. Isobel merasakan tubuhnya memanas. Apakah sekarang pipinya merah?
"Kalo kamu nggak mau aku giniin, stop coming to my house. You are annoying, do you know that?" suara Billy berubah menjadi dingin, dan dia tetap tidak mau menatap mata Isobel saat mengatakan kalimat itu. Kalimat yang tiba-tiba menghancurkan hati Isobel.
Isobel jadi kesal mendengar kata-kata Billy. Jadi Billy merasa bahwa Isobel datang untuk kembali memohon kepadanya, begitu? "Bill, kamu jangan salah ngerti. Aku kesini nggak mau minta kamu kembali sama aku. Aku berharap tapi aku nggak mau bikin kamu sebel karena aku. Aku kesini karena aku mau ngelunasin janji aku, bikinin kamu makanan. Kok kamu malah mikirnya jelek begitu sih?"
"Kamu kok gampang banget sih jadi biasa kayak begini. Asal kamu tau ya, aku tuh belom bisa biasa tau. Hebat banget kamu bisa langsung biasa kayak begini."
"HUUUUHHHHH BILLY INI MAUNYA APA SIIHHHHH!" teriak Isobel dalam hati.
"Kamu dateng kesini itu annoying banget tau nggak. Sekarang aku malah nggak tau harus ngapain. Bingung." ujar Billy, lagi-lagi tidak mampu menatap Isobel. Isobel tidak menjawab perkataan Billy. Mereka terhanyut dalam diam yang menggantung takdir mereka berdua.
Tak lama kemudian, Isobel berdiri dari tempat tidur lalu mengambil tasnya. "Aku pulang dulu. Aku turutin kata-kata kamu yang bilang kalo aku ini annoying dan bikin kamu ngerasa nggak biasa. Maaf." Kemudian hal berikutnya yang diketahui Billy, Isobel sudah tidak ada disebelahnya lagi.
"Seandainya kamu tau Bel. Seandainya kamu tau kalo kata-kata aku tadi masih ada lanjutannya. 'Kalo kamu nggak mau aku giniin, stop coming to my house. You are annoying, do you know that? It makes me more and more difficult to forget you and I can't go on because you are still being kept in my mind.'" suara hati pedih Billy seakan terngiang di telinganya saat dia mengambil kotak makan yang tadi ditinggalkan Isobel dan pelan-pelan menyendok nasi dan ayam rica-rica buatan mantan pacarnya itu. Nasi dan ayam rica-rica itu sudah dingin, namun masih terasa sangat nikmat. Billy membayangkan Isobel pasti membuat makanan itu dengan suasana hati yang bagus, karena dalam pertemuan sebelumnya Billy berhasil membungkam suara hatinya dan mengatakan bahwa dia masih ingin berteman dengan Isobel.
Sekarang semuanya sudah berubah. Mungkin tidak akan kembali seperti dulu lagi.
Forever yours: Judy Wilhelmina
No comments:
Post a Comment