Saturday, March 26, 2011

Choices

Hubungan Anjani dan Daffa sudah berjalan hampir 3 tahun, tetapi tidak pernah ada sesuatu yang spesial dalam hubungan mereka. Anjani sudah mulai jenuh, begitu pula dengan Daffa. Tidak ada salah satu dari mereka yang ingin mengucap kata "putus", karena keduanya masih saling menyayangi dan membutuhkan. Seperti yin dan yang. Mungkin klise kedengarannya, tapi itulah mereka.

Anjani bukan tipe perempuan yang manja dan romantis, ia perempuan yang bawel dan senang membuat lingkungannya tertawa. Sementara, Daffa adalah laki-laki yang pendiam, penurut, dan romantis.


3 Agustus 2010, 19.25

"Jan, aku kangen Paris."

"Duh, Daff.. Siapa yang nggak kangen Paris sih!"

"Maksudku, waktu yang kita habiskan berdua di Paris, di luar rombongan."

"Ooh.. Iya aku kangen kok, kangen."

"Hmmm, kamu masih ingat nggak, yang aku nembak kamu buat ngajak balikan?"

"Masih Daff, aku simpan kok semua memori dan barang-barangnya.."

"Ma chère, don't leave me...."


10 Agustus 2010, 11.40

Anjani masih ingat betul percakapan seminggu yang lalu, di mobil Daffa, sepulang Anjani dari sekolah. Sekarang Anjani duduk di meja kantin, menceritakan semua yang telah terjadi kepada sahabat-sahabatnya, Kishi dan Sjanna.

"JAN!!!! Lo serius?" Kishi tidak sengaja menggebrak meja dan menatap mata Anjani lekat-lekat. Anjani menunduk ke bawah, matanya tidak secerah biasanya.

"Iya, Kish... Gue sendiri masih nggak percaya! Gue jenuh, dia jenuh, datang deh si Melia sialan."

"Ah, I'm sorry to hear that, Jani. You are going to be okay without him." Sahut Sjanna si perempuan berjilbab yang tidak lancar berbahasa Indonesia.

"I thought you and Daffa were the best couple I've ever seen, Jan. Lo yang putus tapi kenapa gue yang speechless dan shocked gini ya? Melia ke laut aja lah! Hih!"

"Ya ampun Kishi, udah tenang aja. Kita senang-senang saja ya? Please, bantuin gue lupain dia. Gue pusing banget sekarang."

Sebulan telah berlalu, Anjani sudah jarang membicarakan Daffa. Biasanya weekend Anjani pergi nonton bersama Daffa, tetapi sekarang ia lebih sering jalan-jalan atau menghabiskan waktu bersama Kishi dan Sjanna.


14 September 2010, 16.38

Hari ini Anjani sengaja main ke rumah Kishi sehabis pulang sekolah, ritual mereka hampir setiap Kishi tidak ada kelas piano di sekolah musiknya.

"So, how's life going without Daffa, Jan? Gue yakin pasti lebih oke kan? Ya nggak?"

"Nggak tau deh Kish, tapi intinya I'm okay kok. Sebenarnya gue mau cerita. Ada temannya Daffa, namanya Ingga."
"Wait, let me guess. Ingga pasti tadinya punya pacar, tapi baru saja putus?"

"Haha smart! Iya, dia baru putus. Dulu, dia selalu jailin gue kalo lagi sama Daffa, tapi nggak pernah bbm-an. Sekarang dia jadi sering bbm-in gue, nanyain kabar, gitu-gitu deh, Kish!"

"Are you stupid or what? HE LIKES YOU, ANJANI!!!!"

"Oh, no! Come on. Nggak mungkin, Kish. Nggak. Mungkin."

"Impossible is nothing. Wake up, Jan!"

Anjani bingung dengan kehadiran Ingga yang begitu mendadak. Ingga sama seperti Daffa, selalu memperhatikan Jani. Tetapi Daffa adalah cowok yang serius, kalau Ingga sama seperti Jani, senang bercanda.

Jani memang merasa enak mengobrol dengan Ingga, tapi justru ia butuh orang lain yang berbeda dari dirinya dan dapat melengkapi hidupnya, seperti Daffa.

Bukan hanya Jani yang bingung, Kishi pun juga sedang bingung. Teman mereka, Ghani, sering sekali menghubungi Kishi untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan Jani. Tenang, Kishi tidak suka dengan Ghani dan tidak cemburu. Ia hanya kesal karena harus menghadapi semua pertanyaan Ghani yang aneh-aneh, gayanya sudah seperti detektif atau spy seperti di film-film.


28 September 2010, 07.56

“Jan, gue bingung. Nih, teman sekelas kita, si Ghani, nanyain lo mulu. Gue pusing tau nggak! Ditanyain macam-macam.”

“Kish, saran gue, lo bilang ke dia deh, kalo gue nggak akan bisa sama dia. Gue menganggap dia sebagai teman saja, nggak lebih. Ngomong yang tegas, Kish. Supaya dia ngerti. Gue juga kasihan kali sama lo ditanya-tanyain mulu.”


30 September 2010, 12.23

Kishi tidak tahan ingin merebut Blackberry milik Anjani, untuk mengetahui hal apa yang sedang membuat sahabatnya itu senyam-senyum sendiri, padahal jelas-jelas yang lain sedang ngobrol serius mengenai tugas sekolah yang tiada hentinya.

“Eeeeeh Kish! Direbut gitu aja sih. Ya sudahlah...” Anjani merelakan BB-nya direbut Kishi dan dibawanya pergi entah kemana.

“If I were you, aku sudah panik teriak-teriak karena BB-ku diambil tiba-tiba, Jan...” Sjanna menyahut. Ia memang salah satu anak yang paling susah untuk meminjamkan BB-nya.

“Yeah Sjan, I know you so well kalau kata SM*SH! Hahahaha”

Ya, SM*SH adalah Boyband yang berasal dari.. Ehem, Indonesia. Kabarnya sih agak meniru Boyband Korea. Lagu mereka dan video clip nya sedang naik daun di kalangan anak muda. Ya, unik, tapi bukan jenis musik yang disukai oleh Anjani dan teman-temannya.


30 September 2010, 17.01

“Cieeee BBM-an terus nih sama Ingga. Udah lah, fix! Dia suka sama lo. Nggak usah pura-pura nggak tahu deh, Jan!” Kishi merebahkan tubuhnya di kasurnya setelah menjalani seharian yang penat, bertengkar dengan guru olah raganya di sekolah.

Anjani memutar-mutar kursi komputer Kishi dan langsung membanting tubuhnya di atas kursi tersebut. “Nggak mungkin Kishi. Ya Tuhan.. Udah gue bilang berkali-kali.... Gue sama Ingga tuh cuma teman. Teman. Teman, Kish..”

“Kalau ada orang yang nanya, Ingga itu siapa lo, lo nggak mungkin jawab teman kan? Hayo?”

“Yaaa.. Gue jawab aja teman BBM-an.”

Bantal langsung dilayangkan Kishi persis ke depan wajah Sjanna.


2 Oktober 2010, 18.00

Kishi masih mengeringkan rambutnya yang baru saja selesai dikeramas, dengan hair-dryer, sambil menunggu Anjani. Rencananya mereka akan pergi pada malam minggu ini, bersama teman-teman yang lain. Film Step Up 3D sudah keluar di seluruh XXI.

Baru saja ia mau menelepon Jani, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Ia melihat Jani ngos-ngosan masuk ke kamarnya, sambil mengenakan kaos putih dan jeans abu-abu. Sangat Anjani, simple dan cuek.

“Assalamualaikum dulu kaleeee.. Ketok kek apa kek....”

“Sorry sorry.. assala.. mu... ala.. ikum. Pinjem komputer, Kish!!! Gue sign out Facebooknya ya!!!”

“Ya, terserah lo. Mau ngapain sih?”

Akhirnya Kishi menghampiri Jani yang sibuk melihat foto seorang cowok di Facebooknya. Ia seperti sedang meng-stalk seorang cowok. Sangat bukan Anjani.


2 Oktober 2010, 14.30

“Hah? Lo lagi suka sama cowok Ven?” Jani menelepon Vena, sahabatnya semasa SMP, sampai sekarang, saat Vena confess di BBM bahwa dirinya sedang menyukai teman barunya di SMA.

“Iya Jan, dia tinggi banget dan pemain basket. You know my type.” Jani penasaran seperti apa bentuk cowok tersebut.

“Eh, Ven. Gue lagi buka Facebook nih. Nah, pas di homepage, gue liat ada cowok, besar, tinggi, pakai kaos biru, lagi main tarik tambang. Di album teman sekolah lo kok. Itu siapa... Keren banget...”

“Pakai kaos biru kan, Jan??!!!”

“Iya.. Jangan bilang...”

“Tenang! Bukan itu cowok yang gue maksud. Yang gue maksud itu, namanya Derry. Sementara yang di foto itu, namanya Redha. Dia anak baru di sekolah gue. Minggu depan lo harus ke sekolah gue, nanti gue kenalin, pasti!


2 Oktober 2010, 18.05

“Nah iya Kish, jadi ceritanya begitu. Keren kan cowoknya? Jangan bilang.....”

“He? Biasa aja ah. Rambutnya jabrik-jabrik nggak jelas gitu, Jan. Tapi gue tahu dia siapa.”

“LO KENAL?!”

“Nggak, tapi tahu teman-temannya. Dulu dia sekolah di Sekolah Pondok Indah, setahu gue jago banget main gitarnya. Kakaknya dia itu penyanyi terkenal. Tahu kan, si Rhoma!”

“Hah gila.... Kok lo tahu aja sih. Kish, tapi dia keren banget..”

“Ya ya ya ya terserah.. Yuk cabut sekarang! Ntar nggak dapet tiket nonton lagi..”


6 Oktober 2010, 17.25

“Gila, sudah satu jam gue nunggu di canteen, akhirnya lo keluar kelas juga, Ven.” Anjani sudah pasang raut wajah bete dengan susu strawberry di depannya.

“Sorry, tadi gue mesti discuss project dulu sama guru English gue. Lama banget ya. Sorry.”

“Ya sudahlah, yuk jadi ke McD nggak?”

“Jadi jadi. Eh sebentar, gue kan janji mau kenalin lo ke Redha. Tapi maaf banget, dia sudah pulang tadi. Kayaknya gara-gara gue telat keluarnya nih jadi nggak sempat kenalin ke lo.”

“Yah.. Oh iya. Ya sudahlah kapan-kapan masih bisa kok, Ven.”

“Pinjam BB lo deh, Jan.”

Vena memencet tombol-tombol yang berada di BB Jani dengan cepat dan lincah. Jani heran apa yang sedang dilakukan oleh Vena dengan wajah yang begitu berseri-seri.

“Ngapain sih, Ven?”

“Sudahlah, nggak perlu tahu. Yuk, jalan.”


6 Oktober 2010, 20.28

Ternyata, Vena nge-add PIN BBM-nya Redha melalui BB Jani. Sengaja, agar mereka bisa mengobrol. Dan terbukti, setelah Redha mengatakan satu kata “Halo” sebagai permulaan, mereka sering mengobrol melalui teknologi yang super canggih itu.

Jani juga sering sekali dikirimi voice-note yang berisi permainan gitar dan suara indah Redha. Jani mengakui bahwa Redha adalah musisi yang sangat berbakat, seperti kakaknya Redha yang sudah menjadi penyanyi terkenal, Rhoma.


18 November 2010, 14.18

“Kish, kakak kelas gue dulu di Sekolah Nusantara, si Bonny, masa tiba-tiba jadi suka BBM gue, ngajak jalan-jalan segala macam, nggak jelas. Gue jadi bingung.” Anjani menghampiri Kishi yang sedang sibuk mencari notebook Biologynya di dalam loker.

“Hah? Ya, tipe-tipe aneh tuh. Kacangin aja Jan, seram ah. Masa tiba-tiba gitu.”

“Tapi dia baik banget...”

“Jangan tertipu sama baiknya deh. Lo cerita ke Ingga tentang itu?”

“Nggak Kish, gue takut. Tapi keanya sih, Ingga tau. Bonny kan teman seangkatannya Ingga. Gue juga nggak ngertilah, nggak penting..”


26 Desember 2010, 13.10

“Gimana sama si Bonny?”

“Udah kok, gue menjauh aja. Malas, Kish. Tapi masalahnya, gue jadi deket sama Moreno.”

“ADUH SIAPA LAGI ITU JAN? Kok banyak amat ya, hidup lo ribet juga.”

“Dia sahabatnya Ingga. Awalnya dekat gara-gara BB-nya Ingga ketinggalan di mobil Moreno, terus jadi suka BBM-an. Dia baik banget Kish..”

“Iya, lo bisa nyebut semua orang baik, tapi ga semua orang baik di dalem hatinya juga. Lo harus bisa mengambil keputusan lo sendiri, Jan. Gue mau bantu, tapi gue nggak bisa bantu sejauh masalah perasaan. Karena, lo yang merasakan. Lo lebih ingin dekat dengan yang mana, atau gimana.. Semua keputusan ada di lo, Jan.”

Anjani langsung berpikir setelah mendengar pernyataan dari Kishi yang sangat tidak biasanya, menusuk.


28 Januari 2010, 22.10

“Ya Tuhan gue baru mau tidur. Ini siapa lagi BBM jam-jam gue udah nyaris pingsan.”

Anjani: Kishy, guess what. Gue lg nemenin Moreno makan malem. Gue gatau mesti gimana. Tadi tiba-tiba dia jemput kerumah, terus gue gaenak, akhirnya gue temenin aja makan malem bentar di luar. Gue takut Ingga tau.”

“Lo sayang sama Ingga, Jan. Gue yakin.” Hanya itu yang terbesit dalam benak Kishi.


31 Januari 2010, 08.00

“Ingga tau.” Anjani tertunduk lemas di sofa sekolah.

“Tau.... Moreno?”

“Iya, gue BBM-an sama Moreno pas dia lagi jalan sama Ingga. Moreno padahal janji nggak cerita ke Ingga, tapi ternyata dia muna. Dia cerita semuanya ke Ingga.”

“Terus seka....”

“Iya, Ingga marah sama gue, Kish. Dia marah banget. Dia merasa dibohongin.”

“Lah? Dia marah kenapa? Eh.. Gue tau.. Keanya..”

“Iya, jadi..”

“GUE DARI TADI NGOMONG DIPOTONG MULU JAN....”

“Tapi lo pasti bakal kaget!!!! Kan gue tanya ke dia, kenapa dia bertindak seperti marah sama gue. Terus tiba-tiba dia bilang satu kata dengan 5 huruf ke gue. Ayo, lo pasti tau, tebak!!!”

“Love? Itu 4. Sayang? Itu 6. Suka? Itu 4 juga...” Kishi tidak dapat ilham sama sekali untuk menebak.

“Ya ampun, mendekati. Itu gampang banget Kish..”

“CINTA?!?!”

Anjani hanya mengangguk dengan pipi yang sudah merona merah.

No comments:

Post a Comment