Saturday, December 4, 2010

We Never Talk Because We Never Tried.

Apa yang salah dengan mencoba untuk bicara setelah berpisah sekian lama?

Mencoba untuk berteman lagi, itu bukan dosa. Bukan sesuatu yang bisa meruntuhkan ego yang super tinggi, bukan aib yang enggan untuk dibuka ke khalayak luas. Mencoba untuk memulai lagi sebagai teman bukanlah hal yang salah. Menurutku, itu adalah hal yang paling benar.

Pernahkah kamu merasa kehilangan seseorang yang sangat menyakitkan? Bukan hanya mengetahui kenyataan bahwa dia tidak akan ada lagi untukmu, tapi juga harus bersiap menghadapi kenyataan bahwa dia tidak akan mau merajut kembali hubungan baik denganmu, bahkan berbicara denganmu saja dia enggan.

Hal itu terasa seperti kehilangan dua hal yang sangat penting dalam hidup: kehilangan seseorang yang dikasihi dan kehilangan seorang sahabat. Apalagi jika kalian berangkat dari sepasang sahabat yang menghargai satu sama lain. Dan sekarang kalian tidak bisa kembali bercanda, tertawa bersama-sama, atau mencurahkan kegalauan hati masing-masing. Tidak bisa. Hal itu sangat menyakitkan.

Aku bukanlah perempuan yang mempunyai maksud tersembunyi. Bahkan aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya menjadi seorang perempuan yang bisa mempunyai maksud tersembunyi dari semua tindakannya. Masa dia tidak bisa melihat keinginan asliku, bahwa kini aku hanya ingin menjadi seorang teman? Seorang teman yang benar-benar bisa tertawa, bisa tersenyum, bukan seorang teman - sebuah kata yang hanya sekedar basa-basi, mengingat dia tidak pernah menganggapku sebagai teman. Apalagi sebagai sahabat.

Katanya, seseorang akan mencoba kembali untuk berbicara dengan mantan pasangannya jika dia sudah benar-benar bisa melanjutkan hidup. Jika dia sudah bisa menemukan orang lain yang bisa mengisi hari-harinya. Jika dia sudah benar-benar yakin bahwa dia tidak akan jatuh cinta lagi dengan mantan pasangannya. Sudah setahun lebih, sudah ada orang-orang lain, namun kami tetap tidak bisa berbicara.

Andai saja kita berani mencoba. Mencoba untuk sekedar bicara.

1 comment:

  1. sekedar, yah hanya sekedar namun sekedar itu lebih dari kata sekedar, mungkinkah rasa malu, marah, benci, sayang, semua bercampur hingga akal menjadi tak bisa berperan untuk mendiskusikan kata berani untuk sekedar bicara, meskipun semuanya tetap waktu dan gravitasi yang akan menjelaskan nanti ketika kita sudah terlalu biasa dengan semua ini dan tersenyum dimasa biasa.

    ReplyDelete