Wednesday, December 22, 2010

Sepucuk Surat untuk Ibu

Halo Ibu,

Apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak mengobrol.. Apa kabar Ibu disana? Semoga kabar Ibu baik-baik, kabarku disini juga baik-baik saja.

Ibu, apakah Ibu sehat? Aku selalu kuatir jika Ibu mengalami sakit apapun disana. Beberapa malam yang lalu aku memimpikan Ibu. Di mimpi itu aku melihat kita berdua sedang berjalan beriringan di tepi pantai. Bermain air dan melemparkan pasir ke arah satu sama lain. Memang terkesan kekanak-kanakkan, tetapi sepertinya hal-hal kecil seperti itu yang aku rindukan dari Ibu.

Oh iya, sepertinya aku belum bercerita banyak tentang hidupku sekarang. Kabarku disini baik-baik saja, demikian juga kabar Ayah. Kami sudah tinggal di sebuah apartemen kecil, Bu, berbeda jauh dari rumah besar yang dulu sempat kutinggali bersama-sama Ibu. Ayah masih bekerja di perusahaan kontraktor itu, dengan gaji yang sama pula. Kami menjalani hidup yang hampir sama sejak terakhir kali aku melihat Ibu. Satu hal yang berbeda, aku sudah tumbuh dewasa. Dulu terakhir kali aku melihat Ibu sekitar umur berapa Bu - 13 tahun? Sekarang aku sudah berusia 19 tahun, dan aku berhasil sekolah di universitas yang Ibu idam-idamkan, juga dengan jurusan yang Ibu idam-idamkan. Rasanya ada perasaan bangga mengetahui bahwa aku mampu mewujudkan mimpi Ibu.

Bu, aku rindu sama Ibu. Kapan aku bisa ketemu Ibu lagi? Aku rindu Ibu yang selalu menggedor-gedor kamarku setiap pagi, menyuruhku untuk bangun dan pergi ke sekolah. Sekarang sahabat yang selalu membangunkanku setiap pagi cuma alarm yang bunyinya itu-itu saja. Aku rindu nasi goreng kampung yang selalu Ibu masak setiap pagi, kadang-kadang ditambah sosis. Ayah tidak bisa membuat nasi goreng kampung seenak buatan Ibu. Aku rindu SMS-SMS dari Ibu yang menanyakan apakah aku akan pulang malam, atau apakah aku butuh sesuatu, dan aku sangat menyesal mengapa aku hanya membalas SMS perhatian itu dengan satu kata: entah "Ya" atau "Tidak". Betapa inginnya aku menjawab SMS dari Ibu dengan sama perhatiannya seperti Ibu meng-SMS-ku. Yang paling penting? Aku rindu nasihat-nasihat dari Ibu. Walaupun aku merasakan perasaan yang sama seperti anak-anak remaja pada umumnya - bosan, kesal, menganggap Ibu ketinggalan jaman - namun aku sekarang merasakan bahwa kata-kata Ibu tidak pernah lekang dimakan waktu. Aku ingat pesan Ibu yang mengatakan bahwa jadi perempuan harus punya harga diri. Itu sangat membentukku menjadi aku yang sekarang ini.

Aku rindu Ibu. Aku harap Ibu bisa membalas suratku ini. Atau paling tidak, muncullah di mimpiku, Bu. Berikan aku tanda bahwa Ibu masih menyayangiku dan masih memikirkanku di hari-hari Ibu. Aku tunggu jawaban dari Ibu.

Salam hangat,
Helena.




Helena meletakkan surat itu di 'kotak pos', lalu beranjak pulang. Tertulis di depan amplop surat itu:

Kepada,
Ibu di Surga.



Forever yours, Judy Wilhelmina

No comments:

Post a Comment