Friday, July 23, 2010

Your words are your prayers

Tujuh bulan lalu

"I'm having tachycardia* whenever I'm near you." Julie tersenyum membaca tulisan pendek itu di kertas kecil yang diselipkan di buku catatan Biologinya. Pasti kerjaan Robbie, pikirnya.

Julie kemudian keluar dari kelas, lalu mendatangi kelas Robbie. Seperti biasa, cowok itu sedang duduk di bangkunya, mengutak-atik Rubik's Cube yang belakangan ini menjadi hobinya untuk menghabiskan waktu. Robbie terlihat sangat sibuk memutar-mutar Rubik's Cube-nya itu, sampai dia tidak menyadari kedatangan Julie. Dia baru menyadari kedatangan Julie saat Julie mengacak-acak rambutnya.

"Oh, hei," seperti biasa Robbie memulas sebuah senyum kecil saat melihat Julie datang dengan wajah yang selalu bersinar di mata Robbie.

Julie kemudian mengambil sesuatu dari saku seragam sekolahnya, lalu menyerahkannya kepada Robbie. Sebuah kertas kecil yang Robbie selipkan diam-diam di buku catatan Biologi Julie saat dia meminjam catatan Julie kemarin. Sebuah kalimat singkat yaitu "I'm having tachycardia whenever I'm near you" - kalimat simpel, lugas, namun agak sulit dimengerti. Tachycardia adalah istilah medis untuk percepatan detak jantung, biasanya merupakan salah satu tanda dari penyakit jantung. Namun Julie sudah mulai mengerti hal ini. Obsesi terbesar Robbie adalah menjadi seorang dokter bedah jantung, maka itu dia merasa harus mempersiapkan diri dengan cara menghafal istilah-istilah medis tentang jantung sebanyak mungkin sejak masih di bangku SMA. Tapi memasukkan istilah penyakit dalam sebuah gombalan lucu? Hanya Robbie yang bisa.

"Udah baca toh?" tanya Robbie sambil menggeser tempat duduk, memberikan tempat untuk Julie. Julie duduk di sebelah Robbie. Dia mengangguk.

"Kamu aneh-aneh amat sih, ini penyakit lho. Jangan sampe kamu sakit tachycardia beneran. Inget Robs, kata-kata adalah doa!" suara Julie terdengar agak khawatir saat mengucapkan ketakutannya akan Robbie terkena tachycardia betulan.

"Ya nggak lah," Robbie mengacak-acak rambut Julie dengan kasih sayang. "Kalo aku sakit beginian, kan nanti kamu jadi dokternya."

Julie menonjok lengan Robbie gemas. Dia sangat takut Robbie akan terkena penyakit apapun itu, dan dia tidak mau Robbie terkena suatu penyakit. "Jadi abis ini kamu mau nulis apa? Mau nulis 'I miss you so much, when I see your picture I always get dyspnea*' gitu? Apa begini: 'Whenever we kiss I always feel abdominal pain*, but I like it.' Hahaha! Itu aneh banget." Dia menertawakan gombalannya sendiri.

Robbie ikut tertawa mendengar gombalan main-main dari Julie. "Iya, aneh banget. Kamu nggak bakat bikin gombalan. Yang paling bakat tuh aku." Lalu dia mengecup cepat kepala Julie. Julie dapat merasakan wajahnya memerah saat Robbie mencium kepalanya. Sudah setahun berlalu saat Robbie pertama kali mencium kepalanya dengan cara yang sama seperti ini, namun Julie tetap merasakan gejolak di perutnya sampai saat ini.

Saat mereka mau mengobrol lebih jauh, bel tanda istirahat selesai telah berbunyi. Julie mengucapkan salam perpisahan lalu berlari keluar menuju kelasnya.



Empat bulan lalu

Entah sudah berapa tetes air mata yang dikeluarkan kelenjar air mata Julie. Dia sudah menginap di rumah sakit selama dua hari, dua hari berturut-turut sejak Robbie dilarikan ke rumah sakit dengan diagnosa penyakit jantung.

"Aku... Penyakitan," suara Robbie terdengar lirih saat Julie dan Robbie sedang duduk-duduk di teras rumah Robbie, seminggu lalu.
"Penyakitan? Ah, bohong kamu..." Julie berusaha terdengar riang. Robbie tidak pernah membicarakan tentang dia yang penyakitan, Julie mengenalnya sebagai individu yang sehat sejak pertama kali mereka kenal satu sama lain.
Robbie tidak menjawab kata-kata Julie. Dia terus memandang rumput di bawahnya, membuat Julie agak kuatir. "Robs? Kamu... kamu... maksud kamu apa dengan kata-kata 'penyakitan'? Jangan bikin aku ketakutan begini dong."
Robbie kini menoleh, menatap sepasang mata jernih milik Julie dalam-dalam. Kelopak matanya sudah berkaca-kaca. "Beneran, Jules. Aku... aku punya penyakit. Myocarditis*. Kamu tau itu apa? Itu penyakit jantung, Jules. Jantung. Aku juga baru tau. Pantesan aja sejak beberapa bulan lalu, aku ngerasain banyak penyakit yang nggak enak. Kemarin aku memutuskan buat pergi ke dokter, dan dia mendiagnosa aku dengan penyakit ini."
Mata Julie membesar, entah karena kaget, tidak percaya atau mengerti sesuatu tentang myocarditis. Sebelum dia menjawab kata-kata Robbie, Robbie keburu menyela giliran Julie bicara, "Sakit dada. Susah nafas. Demam. Emang kelihatannya sepele, tapi CT scan dan MRI udah nunjukin semuanya ke dokter. Aku sakit, Jules. Sakit."
Julie tidak mampu berkata apa-apa lagi. Dia seketika langsung beku di tempat, tangannya terasa berat untuk menyentuh pipi Robbie, mulutnya serasa berat untuk mengatakan sesuatu, pita suaranya serasa diblok oleh sebuah benda sehingga dia tidak mampu berbicara. Yang bisa dia lakukan hanya menyenderkan bahunya ke dada Robbie, sekaligus memastikan bahwa jantung Robbie masih berdetak normal. Yang dia dengar sekarang adalah denyut jantung yang berdetak mengikuti irama denyut jantung Julie.
"Aku cuma mau kayak begini terus, nempelin kupingku ke dada kamu, biar aku bisa denger detak jantung kamu terus. Biar aku bisa jadi orang yang pertama buat tahu kamu masih ada apa nggak."

Sial, kenapa malah itu yang ada di pikiran gue, Julie mengutuk pikirannya keras-keras. Tidak. Robbie pasti bangun. Dia pasti akan sembuh, dan dia pasti akan pergi ke sekolah kedokteran bersamaku, pikirnya lagi. Lalu ia memandang tubuh Robbie yang kaku dengan tatapan kosong. Di depannya, Robbie sedang tertidur pulas, tubuhnya seakan dililit oleh kabel-kabel berbagai warna yang tersambung ke beberapa mesin di sekitar tempat tidur. Di depan mata Julie terdapat sebuah monitor yang mencatat keadaan jantung Robbie. Garis-garis naik-turun terus tercantum di monitor itu dan Julie sadar bahwa Robbie masih dalam keadaan stabil. Detak jantungnya normal, begitu pula dengan tekanan darahnya.



Empat hari yang lalu

Julie terpaksa harus mengubur mimpinya pergi ke sekolah kedokteran bersama Robbie dalam-dalam. Tim bedah jantung Robbie tidak dapat menyelamatkan Robbie. Julie masih dapat mengingat saat-saat Robbie menghilang dari hidupnya. Julie sedang tertidur pulas ketika tiba-tiba dia mendengar suara dari mesin pencatat detak jantung Robbie. Dia langsung tahu Robbie sedang berada dalam keadaan kritis. Sebelum Julie menyadari apa yang sebenarnya terjadi, beberapa orang masuk ke kamar Robbie dengan tergesa-gesa, satu orang dari mereka membawa crash cart*. Lalu Julie tidak bisa melihat keadaan Robbie lagi karena orangtua Robbie datang ke kamar dan mengajak Julie keluar. Yang bisa Julie lihat, sekumpulan dokter sedang mengelilingi Robbie, satu dari mereka berusaha menormalkan jantung Robbie dengan cara mengagetkan jantung Robbie menggunakan defibrillator*. Julie dapat mendengar hentakan alat itu, dan dalam setiap hentakan defibrillator, jantung Julie terasa semakin sakit. Sampai ketika para dokter itu berhenti sibuk dengan alat-alat mereka lalu dokter dengan defibrillator tadi mengatakan sesuatu kepada ibunya Robbie. Lalu ibu Robbie menangis. Saat itu, Julie langsung yakin bahwa Robbie telah diambil dari sisinya.



Hari ini

Seperti empat hari yang lalu, Julie sedang berada di pusara Robbie. Masih dengan seragam sekolahnya. Julie berusaha untuk tidak menangis, namun ternyata setetes-dua tetes air mata masih saja keluar. Julie kira persediaan air matanya sudah habis.

Dia berjongkok di sebelah kubur Robbie, lalu mengambil sesuatu dari kantong seragam sekolahnya. Secarik kertas yang sudah kumal. Kertas yang sama yang diberikan Robbie hampir setahun lalu kepada Julie. Tinta di tulisan itu sudah agak buram, namun kata-kata itu kini telah ditulis dengan tinta yang tidak akan bisa hilang di hati Julie.

"I'm not going to let anyone have a tachycardia anymore, Robs. You're enough." ujar Julie sambil tersenyum merelakan Robbie. Lalu dia mengusap nisan Robbie dengan cara yang sama seperti dia mengusap rambut Robbie dulu, dan berjalan menjauhi pusaranya.



Tachycardia: Percepatan detak jantung, biasanya > 100 detak jantung per menit.
Dyspnea: Susah nafas
Abdominal pain: Sakit perut
Myocarditis: Pembengkakan otot jantung (myocardium)
Crash cart: Meja berisi obat-obatan dan alat pacu jantung yang digunakan saat keadaan gawat darurat (saat pasien tiba-tiba kritis, dll)
Defibrillator: Alat untuk mengembalikan detak jantung (dihentakkan di dada pasien untuk menyalurkan tenaga listrik ke jantung)


Forever yours: Judy Wilhelmina

2 comments:

  1. bagus bagus.. nah cerpen yg kayak gini yg gw suka. simpel tapi bagus alurnya.
    eh judulnya kok serem gitu yaa? hehe.. kesannya kalo gw yg baca "tuh kan, lu si bilang gitu jadinya beneran kan?" hehe. judulnya ga se-sweet ceritanya. hehe..
    ditunggu cerpen cerpen berikutnyaaa :))

    ReplyDelete
  2. Hehehe makasih ya Yul :) gue juga bingung mau kasih judul apa, ya udah gue kasih aja judul begitu soalnya bener kan si Robbie itu selalu ngegombal dgn nyertain penyakit2, malah dia yg sakit beneran. Sip, lagi writer's block nih jd ga bisa nulisss hehehe...

    ReplyDelete