Saturday, November 20, 2010

Cincin


"Kalau sudah besar, aku yakin aku akan menikahi ayahku."
Malik menggeleng tidak mengerti. "Paman Will? Kamu gila, Kath. Dia sudah tua, dan kelakarnya sama sekali tidak lucu."
"Tapi ayah selalu baik, dia selalu membuatkanmu pai apel setiap kali kamu datang berkunjung," Sergah Kath seraya membenarkan roknya yang lecek terkena rerumputan. Ia menengadah, menatap langit biru yang membentang di atasnya. "Aku akan menikah di awan-awan sana."
"Kamu tidak bisa terbang, bodoh," Balas Malik ketus. "Apa sih yang kamu suka dari Paman Will?"
"Ayah itu sangat baik, dan dia tidak mengatakan aku bodoh seperti kamu," Sindir Kath. "Dia menyanyikan lagu Sweet Dreams sebelum aku tidur, membuatkan susu cokelat ketika sore, membacakanku cerita dongeng, menyisir rambutku, dan juga membawakanku cokelat Hershey's."
"Dan kamu suka semua itu? Sekuler sekali," Malik mencibir.
"Kamu itu memang nggak pernah mengerti mimpi anak perempuan ya?!" Balas Kath kesal.
"Mimpi anak perempuan itu nggak pernah masuk akal, tau! Coba sini, sebutkan apa mimpimu. Pasti muluk-muluk!"
 

Kath mendengus kesal, menarik nafas sesaat dan mengerutkan dahinya. "Aku punya mimpi... Suatu saat nanti aku akan dilamar dengan diberikan sebuah cincin berukiran kalimat darinya. Di sebuah balkon dengan langit malam yang terbentang luas di atasnya, dan muncul rasi bintangku dan bintangnya - bertanda bahwa memang dia jodohku..."
"Muluk!" Potong Malik. "Aku nggak ngerti, memang anak perempuan itu hidup di dunia dongeng?!"
"Pokoknya..." Kath menelan ludah, menahan marah. "Yang jelas aku pasti akan menikah dengan ayahku!"
"Itu lebih mustahil lagi," Malik menggelengkan kepalanya heran. "Haruskah kamu menikah dengan Paman Will?"
"Jelas! Memang kenapa? Kamu nggak suka?!" Balas Kath ketus.
"Bukan," Malik menggeleng lagi. "Hanya saja, kalau pada akhirnya kamu berubah pikiran, maukah kamu mempertimbangkan aku?"


Katherine masih memandangi kotak kaca di atas meja belajarnya sambil senyum-senyum sendiri. Kotak kaca itu berisikan potongan kawat besi tipis yang dibentuk melingkar, karya Malik kecil dulu. Katherine masih ingat betul bagaimana ucapan Malik saat itu.
'...Kalau pada akhirnya kamu berubah pikiran, maukah kamu mempertimbangkan aku?'
'Haaaah? Maksud kamu apa?'
'Bolehkah nanti pada akhirnya aku menikahi kamu?'
'Yaa... Boleh aja sih, kalau aku bisa berubah pikiran.'
'Kalo gitu, anggep cincin ini sebagai jaminan.'


TOK TOK!
"Masuk!" Ucap Kath buru-buru. Ia segera bangkit dari kasurnya dan membuka pintu kamarnya.
"Hello, darl!" Sapa Kharisma. "Haduh, nggak kebayang deh besok sahabat gue udah nikah! Tomorrow you'll be a bride! Merealisasikan semua impian perempuan, mengenakan gaun putih panjang, membawa bunga mawar putih... An epic party with thousand guests... Tomorrow gonna be awesome."
"I hope so, Khar," Kath tersenyum lugu. Ia menatapi lembaran kain putih yang tersembunyi di balik bilik. "This is the last night of my life, the night when I can sleep alone, the last night as a virgin."
"HA! That's the point, darl," Balas Kharisma bersemangat. "The fact is, this is the last night of your true happiness, believe me."
"Lo tau nggak apa yang gue butuhin sekarang?" Tanya Kath pelan. Matanya mulai berair, tidak sanggup membayangkan keadaan yang menunggunya esok hari.
"I know I know, a friend to talk, a box of cookies, and darjeeling tea. Here you go, my queen. Pernikahan memang bikin stress, but I believe you'll be able to enjoy it et al."
"I'm thinking about a thing since this morning, Khar," Kath menelan ludah, ragu untuk memulai. "Darimana gue akan tau, apakah Syai itu Mr. Right atau Mr. Wrong?"

Suasana langsung hening. Mata Kharisma hanya mengerjap tidak percaya mendengar pertanyaan Katherine. "Pardon?"
"You've heard me."
"Kath, don't tell me... You are going to married tomorrow and what the hell are you asking me this question about right and wrong?!" Tanya Kharisma gemas. "Kalau lo bahkan bingung, mempertanyakan apakah dia benar-benar 'the one', siapa yang bisa menjawab, Kath?"
Kath hanya diam. Jemarinya memainkan kepingan chocolate cookies di tangannya. "Bagaimana kalau salah, Khar?"
"Ini keputusan yang lo ambil, dan nggak ada jalan untuk kembali lagi. Sudah terlalu terlambat, Kath. Lo nyaris memulai."
"Tapi sebelum dimulai, gue harus cari tahu dulu kan?"
"Memang apa sih yang membuat lo nggak yakin kalau Syai itu memang jodoh lo?"
Lagi-lagi Kath hanya terdiam. Kini ia tertunduk, menatapi kepingan chocolate cookies di tangannya. "Tidak ada."
Mulutnya bisa berbohong, tapi hatinya membisikkan sebuah nama.

***

"Good evening, young lady," Sapa Malik dengan gayanya yang khas. Ia mengintip dari balik pintu, menatapi Kath yang sedang duduk di sofa seraya menonton televisi. "Nonton apa?"
"Malik!" Balas Kath bersemangat. "Masuk, masuk. Sini duduk temenin gue nonton. Lagi nonton Castle."
"Oh," Malik langsung menghempaskan badannya di sofa sebelah Kath dan bersandar santai. "Gue selalu heran kenapa si Castle itu nggak pernah 'jadi' sama Beckett."
 

"Sometimes there's love that doesn't work, or maybe they not supposed to be together, that's not their destiny."
"With all those chemistry, you are talking that they're not supposed to be together? Geez..."

Kath terdiam lagi. Ia meneguk tehnya perlahan dan matanya tetap terpaku pada televisi. Jemarinya bergerak ke arah mangkok yang berisikan kepingan cookies. Tanpa sengaja, Malik juga melakukan gerakan yang sama dan jemari mereka bersentuhan.
"Eh," Ucap Malik refleks. Mendadak ia merasa kikuk. "Sorry."
"Never mind," Balas Kath. Kenapa sekarang hubungan antara ia dan Malik jadi sebegini formal? Ia menghela nafas.
Kini mereka berdua terdiam kembali, sampai akhirnya Kath memulai topik pembicaraan.

"Screw this formality, Malik. Kenapa kita jadi begini?!"
"Begini... Apa?"
"Begini! Saying sorry for several things that actually we always do, talking about a serious thing... I miss our random night, watching Monday Night Laughs, talking about our future..."
Our future... together?
Malik menelan ludah. "Gue harus menjaga keadaan, Kath."
"Keadaan apa?"
"Keadaan bahwa sekarang status lo bukan hanya lagi sahabat gue aja, tapi juga calon istri sahabat gue..."
Mata Kath mulai memanas. Rasanya sesak mendengar Malik harus menjadi seperti ini. "Apakah esensi kata 'calon istri' sebegitu sakitnya, Mal? Sampai-sampai persahabatan kita juga harus berubah?"
"Gue hanya menjaga perasaan, Kath..." Ulang Malik lagi.
"Jangan basa-basi, Mal. Gue nggak pengin kita kayak begini!"
"KALAU ELO NGGAK NIKAH SAMA SYAI, SEMUA JUGA NGGAK AKAN JADI BEGINI!" Balas Malik berapi-api.

Kath terkesiap.

"...Shit..." Malik mengumpat. "Shit! Sori, Kath. Gue nggak ada maksud buat nyalahin lo atau gimana, tapi..."
Kath menggelengkan kepalanya pelan. "Salahkah kalau gue cinta sama sahabat lo, Mal?"
Malik menggeleng.
"Salahkah kalau besok gue akan menikah, Mal?"
Malik tidak merespon.
"MALIK!"
"KATHERINE!"
"KENAPA SIH KITA HARUS BEGINI? INI MALAM TERAKHIR GUE BISA BAHAGIA, TAPI ELO MALAH BIKIN GUE KESEL, MAL!" Jerit Katherine histeris.
"KALAU ELO NGGAK NIKAH, GUE NGGAK AKAN JADI BEGINI, KATH!"
"EMANG APA URUSANNYA KALO GUE NGGAK NIKAH, HAH?"
"SOALNYA..."
"APA?!" Balas Kath dengan makin emosi. Matanya semakin memanas, dan ia merasakan air mulai membasahi pipinya.
"SOALNYA GUE CINTA SAMA ELO!"

Mata Katherine mengerjap tidak percaya. "...Apa, Mal?"
"Apa?! Kurang kenceng?!"
"Mal, tapi..."
"Kath," Malik memotong dengan cepat ucapan Katherine. "Gue kenal lo sudah lebih dari 20 tahun. Bahkan sebelum lo kenal sama Syai, gue udah pernah melamar lo dengan cincin ini." Ucapnya dengan suara serak seraya mengambil kotak kaca dari meja Katherine. Ia membuka kotak itu dan memasangkannya di jari kelingking Kath. "Masih muat, walau agak maksa."
Air mata mengalir lebih deras lagi dari kedua mata Katherine.
"Hanya saja, ternyata lo tetap nggak berubah pikiran, Kath," Tambah Malik pahit. "Tapi gue nggak akan membiarkan lo hilang begitu aja sebelum lo tau kenyataannya, karena itu..." Malik mulai berlutut di hadapan Katherine, membuat nafas Kath tertahan untuk beberapa detik. Malik merogoh kantong celananya dan memberikan sebuah kotak biru dengan pita silver yang sangat familier. Tiffany's. Kath semakin mengulum bibirnya rapat-rapat.

Kenapa harus sekarang? Kenapa kejadian ini tidak terjadi 24 jam yang lalu? Kenapa?

"Kath, inilah realita yang pengin gue kasih buat pemimpi kayak lo. Bahwa gue, seorang yang realistis, bisa aja jatuh cinta sama seorang pemimpi. Dan itu realita," Ucap Malik dengan suara berat. "Itu realita, bahwa gue cinta sama lo. Tapi itu hanya mimpi, kalau gue bisa bersama-sama dengan lo."
"Mal, kenapa lo nggak bilang hal ini sebelum-sebelumnya?"
"Karena gue menghargai perasaan cinta lo sama Syai, Kath."
Tapi gue cinta elo, Mal! Jerit Kath dalam hati. Gue harus bagaimana...?

"Kath, elo pernah bilang sama gue, elo menginginkan sosok yang seperti Paman Will," Ucap Malik seraya tersenyum. Jemarinya mulai bergerak menghapus air mata di wajah Kath dan menyisir rambut cokelatnya. "Masalahnya, gue bukan orang yang bisa membelikan lo Hershey's setiap hari. Gue bukan orang yang bisa punya waktu untuk menyisir rambut lo dan menyanyikan lagu Sweet Dreams buat elo, tapi..." Malik membuka kotak biru di tangannya dan mengeluarkan sebuah cincin berlian. "Gue punya sebuah dongeng buat elo."

Kath menelan ludah.

"Whenever it will end up, it always end up with you, K," Malik membaca ukiran yang ada di cincin tersebut dengan ritme perlahan, lalu memakaikannya di jari manis Kath dan mengambil cincin kawat yang dulu ia berikan. "Gue sudah menepati janji gue. Terimakasih ya, Kath," Ucap Malik pelan. Ia mendongak, dan Katherine mendapati secarik kesedihan yang tersirat di matanya. Kesedihan yang sangat amat dalam untuk diselami. "I love you, Kath. Take care."

Mata Katherine hanya bisa terpaku, menatapi punggung Malik yang lalu hilang di balik pintu kamarnya. Sementara ia memainkan cincin yang kini terpasang manis di jarinya. Ia melengos, menatap keluar jendela dan mendapati ada banyak bintang yang bermunculan di langit.

"Malik..."

Suara angin menjadi pengiring atas malam terakhirnya.

"...Aku cinta kamu."

Dan Katherine mulai menangis.

***

KABAR ASTRONOMI - Menurut para astronom, kemarin malam terjadi fenomena yang cukup langka, yaitu muncul rasi bintang Libra dengan bintang Zubeneshamali dan rasi bintang Pisces dengan bintang Alpherg yang memotong di rasi Orion. Fenomena ini terhitung hanya terjadi sekitar 112 tahun sekali, karena bintang Pisces dan Libra berada di dua kutub yang berbeda.

No comments:

Post a Comment